Momong itu kalau dalam
bahasa Indonesia mungkin berarti mengasuh, seperti momong anak yang berarti
mengasuh anak. Kalau ngêmong saya kira itu berupa kata
sifat, mungkin yang paling dekat bisa diartikan sebagai kepengasuhan, namun
menurut saya lebih luas dari itu, tidak hanya kepengasuhan tetapi juga bersifat
menampung. Kalau sudah menampung berarti memberi ruang yang luas untuk segala
macam isi yang termungkinkan akan berada di dalamnya.
Ngêmong, itulah sifat dasar
seorang ibu dalam konteks keluarga, yang kemudian bisa diperluas dalam semua
skala interaksi sosial yang mana pun.
-----------------
Ini tentang
laki-laki. Menurut saya berat rasanya menjadi seorang laki-laki sebab dia harus
mempunyai sifat ngêmong.
Seorang laki-laki, nantinya akan menjadi
seorang kepala keluarga ~ suami & ayah, demikianlah memang porsi
dan posisinya. Dia bertanggung jawab penuh terhadap keluarganya dan itu bukanlah
hal ringan, sebab selain tanggung jawabnya atas rumah tangganya sendiri, seorang
laki-laki tetap mempunyai tanggung jawab juga terhadap orang tuanya dan juga
saudara perempuannya kalau punya, manakala saudara perempuannya itu belum
berkeluarga. Meskipun kasuistik, tetapi hal seperti itulah yang kadang
menimbulkan konflik tersendiri. Maka tidak bisa tidak, seorang laki-laki harus
mempunyai karakter ngêmong.
Yang pertama dan
utama, dia harus bisa ngêmong dirinya sendiri. Ini penting, sebab bagaimana dia
bisa ngêmong orang lain kalau ngêmong dirinya sendiri saja tidak
becus. Kalau itu sudah beres, barulah dia bisa ngêmong istrinya sekaligus ngêmong
ibunya, ayahnya, saudaranya, mertuanya dan nantinya anak-anaknya, agar ada
ketenangan dalam keluarga, sebab diakui atau pun tidak dalam sebuah pernikahan
yang menyatukan dua keluarga besar sedikit atau banyak terkadang timbul konflik
bila tidak ada sifat ngêmong. Konflik
itu sebenarnya suatu kewajaran, sebab memang pasti selalu ada perbedaan watak
dasar, kebiasaan, pemikiran, pola pendidikan keluarga dan sebagainya di antara
dua keluarga besar itu.
Berat memang, tetapi
sebenarnya tidak ada hal yang berat saat diri kita dimampukan rela
menerimanya.
Sifat ngêmong laki-laki dalam keluarga
bermakna bahwa ia haruslah menjadi seorang Super Dad : sabar, peka, siaga,
cekatan, hangat dan tegas.
Sabar dalam menghadapi
karakter dari masing-masing anggota keluarganya dan memiliki pola pendekatan
yang pas untuk masing-masing karakter tersebut. Sabar juga berarti menahan diri
untuk tidak reaktif dalam merespon segala keadaan yang mungkin sangat tidak
nyaman di dalam keluarga. Sabar juga bermakna kerendahan hati untuk menampung
segala keluhan, mendengar segala cerita dan mendampingi di banyak peristiwa. [Yang ini rahasia, para suami yang punya
istri “galak” bersyukurlah, sebab jika engkau bisa sabar dan rela menerima,
biasanya keluar keramatnya. Sabar bukanlah sabar jika tak ada lawannya. Ini
katanya, bukan pengalaman pribadi he… he... he…]
Peka itu kemampuan
merasakan sesuatu dan menindaklanjutinya sebelum sesuatu itu mewujud, mungkin
bisa dikatakan responsif. Sama seperti sabar, peka itu memerlukan kerelaan dan
kerendahhatian, bukan pengedepanan ego. Sebelum istri meminta yang dibutuhkan,
suami yang peka telah lebih dahulu memberinya jadinya aman, begitu contoh
sederhananya. Meski anaknya tidak mengadu, sang ayah menemani kegundahan
hatinya, hingga cair dengan sendirinya. Tanggap ing
sasmito.
Siaga itu selalu siap
setiap saat mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukan pada saat-saat yang
mengharuskannya demikian, sebab hidup itu penuh kejutan, jalan yang dilalui tak
hanya lurus tapi juga penuh kelokan, terjal dan juga landai, mulus namun
terkadang juga penuh lubang.
Cekatan itu terampil dalam
melakukan pekerjaan rumah tangga. Betapa pun lelahnya, tetap luangkan waktu
membantu pekerjaan rumah tangga yang tak kelihatan mata namun sebenarnya 24 jam
sehari. Istri bukanlah pembantu, kalau tujuannya hanya disuruh-suruh, hanya
beres-beres ini itu, cari saja pembantu rumah tangga yang professional, jangan
cari istri. Sesungguhnya yang paling lelah dalam sebuah keluarga adalah istri,
bukan suami, maka pahamilah kalau mungkin istri lebih reaktif dalam menanggapai
sesuatu.
Hangat dalam menyemai,
merawat dan membuahkan kasih sayang dalam keluarga agar seluruh anggota keluarga
merasakan kedamaian dan kebahagiaan di rumah sehingga tidak mencari kompensasi
di luar rumah. Agar keluarga menjadi harta yang paling berharga, istana yang
paling megah, mutiara yang paling indah dan puisi yang paling bermakna. Menjadi
tempat terindah untuk pulang dan ruang terluas untuk bercengkerama dalam
kesetaraan, penghormatan dan penerimaan.
Tegas dalam mengarahkan
biduk rumah tangga menuju keridhoannya Gusti Allah. Tegas dalam hal-hal yang
prinsip. Tegas dalam menyemaikan nilai-nilai kebaikan, sebab keluarga harus
menjadi media penyemaian nilai-nilai mulia kehidupan di tengah arus jaman yang
cenderung saling berinteraksi tanpa nilai. Kepemilikan materi dan kemajuan
teknologi tanpa diimbangi kematangan ruhani maupun kedalaman spiritual, hanya
akan melahirkan generasi yang cengeng, apatis serta hedonis. Keluarga merupakan
aset sekaligus investasi masa depan. Masa depan dalam kehidupan ini, maupun masa
depan dalam kehidupan setelah kematian dan tentunya masa depan yang hakiki
bersama Tuhan yang menciptakan kehidupan.
Ngêmong juga berarti
bersedia memahami, menerima dan mengapresiasi perbedaan.
:: Jangan paksa lelaki tuk ceritakan
masalahnya, sebab dia lebih suka mencari solusinya sendiri. Jangan juga
menawarkan solusi pada perempuan, sebab kebanyakan mereka lebih ingin didengar
walau tanpa solusi. ::
Fakta memang
menunjukkan [katanya sih hasil
penelitian] seorang wanita dalam sehari bisa mengucapkan sampai empat belas
ribu kata, kira-kira sepertiga lebih banyak dari laki-laki yang hanya sekitar
sebelas ribu kata. Jadi para suami, kalau sudah malam dan sudah lelah seharian
berkegiatan, bersabarlah… istrimu masih punya cadangan kira-kira tiga ribu kata
untuk disampaikan kepadamu, tetap tanggapilah dengan baik walau hanya dengan
kata : “Ouw… begitu ya ?” atau “Terus … “ atau “Iya…” atau yang lain, he… he..
he… Atau ajak saja istrimu melakukan kegiatan yang sedikit bicara banyak
bekerja… he… he… he… pasti langsung terdiam seribu bahasa.
Maka apa pun yang
disampaikan istri, terima saja tidak usah ditanggapi secara emosional, misalnya
saja istri tiba-tiba saja cerita kalau harga cabai meningkat tajam, ya sudah dia
hanya cerita saja melampiaskan mungkin kepusingannya “ngubetke susur”, tidak usah marah-marah
dengan mengartikan ceritanya itu sebagai unjuk rasa minta kenaikan uang belanja,
begitu contoh sederhananya.
Jadi kesimpulannya,
ngêmong itu merupakan karakter
keDEWASAan atau keMATANGan dan itu BUKAN hanya soal USIA. Sebab dewasa itu
keSANGGUPan untuk ngêmong yaitu menampung dan menerima
apa pun yang dituang, sekaligus mengelolanya untuk berproses menjadi lebih,
tambah dan semakin baik.