Home » , » Ada dan Tiada

Ada dan Tiada


Ponpes Al Hidayah
Sesungguhnya kita tak pernah ada, sebab adanya kita bukan mengADA dengan sendirinya namun diADAkan. Manusia adalah makhluk, dumadi kalau dalam bahasa Jawa, barang baru atau bid'ah, yang maujud dari wujudnya Allah.

Berasal dari Kesadaran Sejati, yaitu Allah itu sendiri, diperjalankan dalam wilayah sementara yang diimajinasikan sebagai ruang dan diperjalankan dalam waktu yang hanya sejengkal, dengan alat hadir di kehidupan bumi yaitu jazad, untuk thowaf, berjalan melingkar sambil menatap dan membaca Kesadaran Sejatinya sendiri yaitu Allah agar kembali ke asal usul hakikinya yaitu Allah itu sendiri.

Ada yang tahu, banyak yang tahu, tapi tanpa mau memahaminya. Ada kemulianNya yang disematkan pada jazad bumi raganya sebagai wadah dari jazad langit ruhnya yaitu dengan diberikan cahaya yang semestinya terang benderang dalam membedakan antara kepalsuan dan kesejatian yaitu akal yang geraknya selalu diselimuti oleh bujuk rayu keinginan-keinginan, nafsunya sendiri yang menyangka bahwa jazad kasarnya itulah yang sebenar-benarnya dirinya, diakuinya, dipujanya, dituruti segala kemauannya dan ditahayulkan dengan menuhankannya sendiri, dengan menyembah-sembahnya sendiri bahkan orang lain pun disuruh menyembahnya.

Jika demikian, maka tinggal menunggu waktu saja untuk dipaksa tiada oleh DIA yang sebenar-benarnya ada. Sedikit demi sedikit ditiadakan dari yang dianggapnya sejati, yang dianggap miliknya dan yang dianggap dikuasainya, atau sekejap saja langsung dilemparkan dalam lorong kematian.
Itulah : betapa sulit meniadakan sebelum ditiadakan, meski tahu adanya dari ketiadaan.

Apakah kita hidup dalam ruang dan waktu...??? Tentu saja tidak. Yang hidup dalam ruang dan waktu hanyalah jazad atau raga yang nantinya pun akan lebur dalam bumi yang menjadi bagian dari ruang dan waktu. Pikiran kita juga akan lebur dalam ruang dan waktu itu sendiri, karena ruang dan waktu adalah ilusi dalam alam pikiran kita yang baru akan berhenti saat kematian membuka gerbanya untuk terpaksa kita masuki.

Sedangkan diri sejati kita hidup dalam kesadaran kita sendiri, thowaf, melingkar, berpangkal dari Kesadaran Sejati, Allah, dengan beralaskan cinta dibimbingNya kita untuk memandang cinta, memahami cinta dan bercinta denganNya hingga sampai di ujung lingkaran Kesadaran Sejati, Allah.
Meniadakan diri berarti meleburkan kesadaran diri kita pada Kesadaran Sejati, Allah, yang kemudian tak ada kemungkinan lain bagi kita kecuali didekapNya dalam hamparan kasih sayangNya, pemeliharaanNya, perlindunganNya, kekuatanNya, kelembutanNya, kegagahanNya dan seterusnya sebagaimana yang DIA perkenalkan diriNya pada kesadaran kita. Memasuki ketakterhinggaan jalan keluar, ketakterdugaan rejeki dan ketercukupan kebutuhan di sejengkal waktu dan secuil ruang kehidupan bumi.

Lalu kenapa tidak meniadakan diri saja sebelum dipaksa tiada...??? Melebur dalam kesejatiaan adaNya dan berselaras dalam kehendakNya. Nyuwung...

by : den_Bagus.
Mung SAK DERMO nglampahi perintahing Gusti, Ninggal laranganipun Gusti, Ngentosi di timbali Gusti...